DIBALIK KEINDAHAN KASHMIR
Kashmir mulai didiami oleh kasta Brahma pada saat agama Budha diperkenalkan oleh para misionaris Asoka pada tahun 274 sebelum masehi. Pada abad ke-7 daerah ini dipimpin oleh dinasti Karkota. Kemudian diteruskan oleh dinasti Utpalas, Tantrins, Yaskaras dan Parva Gupta. Pada tahun 1001 tentara Muslim menyerang Kashmir tapi tidak pernah dapat menguasainya. Ratu Didda dari dinasti Gupta memerintah Kashmir di tahun 1003 ketika dinasti Lohara mengambil alih pemerintahan. Raja Hindu yang terakhir, Udiana Deva, diganti oleh Shams-ud-Din di tahun 1346, yang mana dinastinya memerintah hingga tahun 1586 ketika bangsa Mughul (turunan Persia-Mongol) Kaisar Akbar menaklukan Kashmir dan memperkuat pengaruh Muslim disana. Akbar adalah cucu dari Babur, yang telah mengembangkan dinasti Muslim paling berpengaruh di India (di tahun 1526). Akbar mentoleransi kehidupan antar agama dan menikahi seorang putri Hindu. (cucu Akbar, Shah Jahn adalah yang membangun Taj Mahal.)
Di tahun 1752 pemimpin Afghanistan yang bernama Ahmed Shah Durrani mengalahkan pasukan Mughal dan menguasai Kashmir. Perselisihan antara Muslim dan Hindu pecah, menciptakan situasi yang tidak kunjung reda dan bibit konflik di Kashmir hingga saat ini .
Kashmir dijual dengan harga US$ 166
Di tahun 1819 Sikh Ranjit Singh menguasai Kashmir, tetapi akibat kerapuhan pemerintahannya maka kekaisarannya hancur dan jatuh ketangan Inggris pada saat Inggris mengambilalih Punjab di tahun 1846. Kashmir kemudian dijual kepada Maharaja Ghulab Singh (yang menobatkan dirinya sendiri) dari Jammu seharga 7.5 juta Rupee (sekitar US$ 166) dibawah Perjanjian Amritsar. Ghulab Singh juga menguasai Ladakh, Zanskar, Gilgit dan Baltistan dibawah kontrolnya. Dilanjutkan oleh para penerus Maharajah, yang ditandai dengan beberapa pemberontakan oleh rakyat Kashmir, yang sebagian besar saat ini adalah Muslim. Di tahun 1889 Maharajah Pratap Singh kehilangan kekuasaan administratif atas Kashmir akibat memburuknya kondisi pada daerah perbatasan. Inggris kemudian mengembalikan kekuasaan penuh kepada Dogra untuk memerintah di tahun 1921.
Sementara itu di India, pergerakan kemerdekaan semakin mendapatkan kekuatan dibawah kepemimpinan Mohandas Karamchand Gandhi. (Orang India menamakannya "Mahatma" yang berarti "Jiwa yang besar"). Seruan kemerdekaan segera menggema didaerah-daerah yang dikuasai para raja, terutama di Kashmir. Setelah sebuah pemberontakan masal terhadap Hari Singh di tahun 1931, Sheikh Mohammad Abdullah mendirikan partai politik pertama di Kashmir, Kongres Persatuan Muslim Jammu & Kashmir di tahun 1932. Di tahun 1934 Maharajah mengijinkan dan memberikan demokrasi yang terbatas dalam bentuk sebuah Dewan Legislatif . Pimpinan Muslim tertinggi di lembah Kashmir, Mirwaiz Maulvi Yusuf Shah, bergabung dalam Kongres, tetapi kemudian setelah nampaknya mendapatkan tunjangan bulanan dari Maharajah, Sheikh Abdullah beralih dari Kongres Muslim dan membentuk Kongres Nasional yang sekular di tahun 1939, terdiri dari golongan Hindu, Muslim dan Sikh.
Kemerdekaan selama 72 hari
Di tahun 1947, Mahatma Ghandi memimpin bangsa India untuk merdeka dari penjajahan Inggris dengan perjuangan yang gigih. Tapi perjuangan itu memang mahal sekali. Pada saat Gandhi memimpin pergerakan umat Hindu, Mohammed Ali Jinnah sedang berjuang bersama umat Muslim. Jinnah menuntut pemisahan India menjadi dua bagian: Muslim dan Hindu. Ketika Inggris angkat kaki dari India, Liga Muslim mendirikan negara Pakistan (berasal dari Propinsi Pakistan Barat) dan Banglades. Kerusuhan merebak ketika minoritas Muslim dan Hindu merasa terjebak di beberapa daerah, dan dalam waktu 1 minggu 1/2 juta manusia tewas. Gandhi yang renta bersumpah untuk berpuasa hingga kerusuhan berhenti, dan hal itu dilakukannya hingga membahayakan kesehatannya sendiri. Pada saat yang sama, Inggris kembali untuk membantu mengembalikan keadaan. Keadaan kembali aman, kecuali daerah Kashmir.
Selama masa pembagian India di tahun 1947, Jammu & Kashmir adalah salah satu dari 560 Princely States, yang bukan merupakan daerah teritori dibawah hukum Negara Inggris tetapi berada dibawah wewenang langsung Kerajaan Inggris. Hukum yang berlaku saat itu memberikan kebebasan untuk bergabung dengan India atau Pakistan, atau tetap berdiri sendiri. Pada tanggal 19 Juli 1947 Kongres Muslim memberikan keputusan resmi melawan India, yaitu tetap berdiri sendiri. Tetapi suara mereka tidak mewakili suara seluruh rakyat, terutama tidak adanya dukungan dari pihak Hindu. Pada tanggal 15 August sebagai batas akhirnya, Maharajah Hari Singh merasa berkeberatan, dan secara otomatis negara bagian Jammu & Kashmir menjadi berdiri sendiri..
Setelah itu , Jammu dan Kashmir telah terbagi menjadi 2 bagian, akibat terjadinya friksi antara Muslim dan Hindu. Maharajah yang merasa ngeri atas perang antar suku kemudian menyetujui untuk menggabungkan Kashmir kedalam India berdasarkan sebuah Perjanjian Asesi pada tanggal 26 Oktober 1947. Perjanjian Asesi inilah yang hingga kini masih merupakan isu perselisihan antara India dan Pakistan, yang mempersoalkan kesyahan dari perjanjian ini, dengan mrnunjuk bahwa India tidak pernah mengadakan referendum seperti yang direncanakan oleh Gubernur Jenderal India, Lord Mountbatten akan diadakan tanggal 27 Oktober 1947
Gerakan yang dilakukan oleh Mohammed Ali Jinnah, yang menjadi pendiri negara Pakistan, menambah kesengsaraan di daerah ini. Menurut otobiografi Sheikh Abdullah, ketika seorang aktifis National Conference, Ali Mohammad Tariq, bertanya kepada Jinnah sesaat setelah pembagian daratan India, apakah masa depan Kashmir akan diputuskan oleh rakyat Kashmir. Dia sangat terkejut atas jawaban Jinnah: "Biarkan mereka mati!." Pakistan memutus suplai komiditi penting seperti garam, bahan bakar ke Jammu & Kashmir; dan juga suplai surat berharga dan sejenis uang koin kepada Imperial Bank di Kashmir. Karena jalan yang menghubungkan antara Kashmir dan India berada di wilayah Pakistan, permasalahan menjadi semakin rumit akibat timbulnya protes dari Maharaja, yang sekarang menikmati dukungan Sheikh Abdullah untuk memimpin India.
Untuk mendukung gerakan Muslim mencapai kekuasaan di Pakistan, Jinnah mengijinkan sekelompok suku dari perbatasan propinsi Barat Laut untuk menggertak Kashmir. Selama tiga hari penduduk Kashmir menjadi korban perampasan masal, kerusuhan dan pemerkosaan, yang membuat India segera mengirimkan pasukannya ke Kashmir. Ketika pasukan India mendarat di lapangan terbang Srinagar (ibukota Kashmir) pada pukul 9.00 malam tanggal 27 Oktober 1947, Pakistan telah menguasai sepertiga daerah Kashmir, dan pertempuran dahsyat terjadi hingga tahun 1948. Gencatan senjata diadakan pada tanggal 1 January 1949 dengan membuat garis demarkasi di Jammu & Kashmir, yang memisahkan daerah: sebelah Timur (lembah Kashmir, Jammu dan Ladakh) dijaga oleh pasukan India, sebelah Barat (dikenal sebagai 'Azad [Bebas] Kashmir'), diawasi oleh Pakistan. Pasukan PBB hingga saat ini masih menjaga daerah persengkataan tersebut sejak tahun 1949.
Peperangan tetap berlanjut
Di tahun 1957 negara bagian Jammu & Kashmir bergabung dengan negara kesatuan India dibawah sebuah konstitusi baru. Di tahun 1965, peperangan hebat pecah lagi, dimana India menguasai lembah diantara Dras dan sungai Suru. Mereka mengembalikan daerah tersebut kepada Pakistan sesuai dengan perjajnjian terhadap Pakistan, dan kembali mengambilalih daerah tersebut ketika pecah perang sipil di Pakistan Timur pada tahun 1971.
Di tahun 1987, Front Muslim Bersatu dibentuk, melakukan lobi dan memenangkan hak untuk mengadakan pemilihan umum di Kashmir pada tahun 1989. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mengikuti pemungutan suara, yang menyebabkan Kongres Nasional memegang kekuasaan. Pemimpin partai, Dr. Farooq Abdullah, seorang Muslim, mengundang para pemimpin yang bertikai untuk berunding, tapi tidak memberikan hasil. Pada akhir tahun itu juga muncul perjuangan baru untuk kemerdekaan Kashmir. Jumlah pasukan separatis berkembang dari ratusan menjadi ribuan, yang sebagian besar adalah pro-Pakistan Hizbul-Mujahideen. Front Liberasi Jammu & Kashmir (JKLF) merupakan kelompok pro-independen yang terbesar, tapi pengaruhnya semakin melemah. Kelompok lainnya bergabung dibawah payung Kongres Hurriyat (Kemerdekaan), yang berkampanye dengan cara damai untuk mengakhiri keberadaan India di Kashmir.
India membubarkan pemerintahan negara bagian tersebut dan menempatkannya berada langsung dibawah pengawasan gubernur. Dari 26 Januari 1990 dan seterusnya, penduduk Kashmir mengalami jam malam selama 8 bulan berturut-turut sebagai penerapan hukum darurat. Lebih dari 1/2 juta tentara India dikirimkan untuk menjaga Kashmir.
Di bulan Mei 1999, terjadi serangan oleh kelompok Muslim yang didukung Pakistan yang mengakibatkan India melakukan serangan balasan di Kargil, Dras dan Batalik, tiga sektor yang paling strategis antara Srinagar dan Ladakh. Kondisi di lembah antara Dras dan sungai Suru dikelilingi oleh pegunungan, Ladakh berada pada ketinggian sekitar 2.100m (7.000ft), menjadikannya arena pertempuran paling tinggi di dunia.
Keadaan berbahaya
Pakistan berharap pertempuran tersebut akan menarik simpati di dalam negeri maupun luar negeri, dan dunia internasional akan menekan India. Tetapi pemerintahan negara Barat ternyata menuntut Pakistan untuk mundur. India bergerak dengan cepat untuk mengepung daerah tersebut dan mengamankan titik-titik strategis sepanjang lembah. Dengan biaya yang sangat mahal, lebih banyak tentara India yang tewas terbunuh dibanding peperangan tahun 1971. Pakistan kemudian meminta bantuan kepada sekutunya lamanya China, tetapi Beijing menolak untuk terlibat saat itu.
Akibat yang ditimbulkan perang Kashmir adalah rasa takut. Selain dari kesulitan ekonomi yang diderita oleh semua pihak yang terlibat, India dan Pakistan mengadakan perlombaan senjata nuklir. Dengan China sebagai negara tetangga yang juga memiliki sengketa wilayah dengan India, dan Pakistan melepaskan sebagian dari Kashmir kepada China terlebih dahulu, maka kehidupan jutaan manusia menjadi pertaruhan.
Ketika daratan tersebut dibagi dua pada tahun 1947, Mahatma Gandhi menyatakan bahwa daratan Kashmir berdiri diatas lingkaran kekacauan bagaikan "contoh gemilang" dari "kehidupan sekuler". Saat ini, baik pihak pemerintahan India maupun pihak pemerintahan Pakistan saling mengadakan "pembersihan etnis", dan kedua-duanya tetap menolak kemerdekaan Kashmir. Badan Amnesti Internasional dan Badan Hak Azazi Manusia sedunia telah menyatakan adanya pelanggaran hak azazi manusia yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang berseteru.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Jangan lupa untuk meninggal jejak langkah mu disini...karna itu sangat berarti. Walau hanya satu huruf saja...(^_^)v